banner 728x250

PB PII Desak Pengusutan Dugaan Kelalaian Tragedi Ambruknya Ponpes Al Khoziny: Pelajar Harus Dilindungi, Bukan Jadi Korban

Mandala Nusantara News Jakarta, 7 Oktober 2025 — Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus kemarahan moral atas tragedi ambruknya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang menewaskan 61 santri dan melukai puluhan lainnya.

Melalui Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Data, Gusti Rian Saputra, PB PII menilai kejadian tersebut bukan semata musibah, melainkan bukti nyata kelalaian struktural dan lemahnya pengawasan negara terhadap keselamatan pelajar di lingkungan pendidikan keagamaan.

“Negara tidak bisa terus bersembunyi di balik istilah ‘takdir’ atau ‘musibah’. Ini adalah kelalaian yang dapat dicegah. Pelajar bukan korban alam, mereka korban dari sistem pengawasan yang gagal,” tegas Gusti Rian dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (7/10).

Ia menyoroti dugaan pelanggaran serius terhadap izin bangunan (IMB/PBG) dan standar keselamatan konstruksi. Berdasarkan berbagai laporan, bangunan yang roboh tersebut belum selesai proses pengecorannya dan diduga tidak memiliki izin bangunan lengkap. “Jika benar bangunan tersebut belum mengantongi izin, maka tanggung jawab hukum bukan hanya pada pengelola pesantren, tetapi juga pada pejabat yang lalai dalam fungsi pengawasan,” ujarnya.

Menurut Gusti Rian, tragedi ini membuka kembali fakta kelam bahwa ribuan lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia beroperasi tanpa izin bangunan resmi. “Dari sekitar 42.000 pesantren, hanya sekitar 50 yang memiliki izin bangunan sah. Ini bukan lagi persoalan administratif, tapi soal nyawa pelajar. Negara harus melakukan audit menyeluruh,” imbuhnya.

PB PII menegaskan lima poin tuntutan utama:
(1) Pengusutan hukum secara transparan dan tuntas terhadap seluruh pihak terkait,
(2) Audit nasional perizinan bangunan lembaga pendidikan,
(3) Pemulihan hak pelajar korban berupa santunan dan rehabilitasi,
(4) Evaluasi regulasi pengawasan lintas kementerian, serta
(5) Pelibatan organisasi pelajar dalam pemantauan dan advokasi kebijakan pendidikan aman.

“Tidak boleh ada lagi pelajar yang kehilangan nyawa hanya karena negara lalai memastikan tempat belajar mereka aman. Tragedi ini harus menjadi momentum koreksi besar terhadap sistem perlindungan pelajar,” tegasnya.

Dalam pernyataannya, Gusti Rian Saputra juga menyerukan solidaritas nasional pelajar untuk mengawal proses hukum dan memastikan transparansi penyidikan. Ia menegaskan, PB PII siap menjadi bagian dari tim advokasi publik dan pemantauan independen atas kasus ini.

“Kami tidak akan diam. Setiap nyawa pelajar yang hilang adalah panggilan moral bagi kami semua. Belajar dan beribadah tidak boleh menjadi ancaman keselamatan,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *